Taman Tino Sidin, Mengenang Sang Maestro (Guru) Lukis.

Taman Tino Sidin, Mengenang Sang Maestro (Guru) Lukis.

“Ya, bagus”, seru lelaki bertopi baret itu kepada beberapa anak yang sedang melukis. ”Jangan takut. Teruskan saja”, lanjutnya. Kalimat ini tak asing bagi mereka yang mengalami masa kecil di era 1970-1990an. Tayangan televisi berdurasi setengah jam tersebut seolah menjadi tontonan wajib anak-anak di masa itu. Saat itulah seminggu sekali anak-anak duduk manis ndomblong di depan layar kaca.

Festival Pegon, Berlebaran Di Atas Gerobak Sapi

Festival Pegon, Berlebaran Di Atas Gerobak Sapi

Jam 7 pagi Desa Sumberrejo masih tampak seperti biasa. Namun tak lama kemudian kemeriahan mulai menyelimuti desa kecil di Kecamatan Ambulu, Jember, Jawa Timur tersebut. Keriuhan berasal dari depan balai desa, tepatnya puluhan pegon atau gerobak bertenaga sapi yang datang dari beberapa desa sekitar untuk berpartisipasi dalam acara Festival Pegon.

Mengintip Dapur Mobil Hias Yogya

Mengintip Dapur Mobil Hias Yogya

Dahulu Alun-Alun Selatan Yogyakarta bukanlah tempat favorit untuk menghabiskan waktu luang. Kala itu kehidupan malam di sana hanya hadir dari sejumlah pedagang barang bekas, warung angkringan, dan anak-anak muda yang nongkrong tanpa alasan jelas. Penerangan yang ada hanya berasal dari  temaram lampu jalan dan lampu kendaraan yang melintas. Suasana remang-remang ini tak jarang memancing terjadinya hal-hal tak pantas.

Masjid Kampus UGM, Sebuah Hikayat dan Ruang Bagi Perbaikan.

Masjid Kampus UGM, Sebuah Hikayat dan Ruang Bagi Perbaikan.

Bernama asli Masjid Jamaah Shalahuddin, namun ia lebih dikenal dengan Masjid Kampus (Maskam) UGM, merujuk pada lokasinya yang berada di tengah-tengah kompleks Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ia dibangun dalam rangka memperingati ulang tahun ke 50 institusi pendidikan tinggi tersebut yang jatuh pada tahun 1999. Tempat ibadah ini sendiri mulai dibangun pada 21 Mei 1998, tepat ketika Presiden Soeharto turun dari jabatannya setelah mendapatkan tekanan hebat dari dalam negeri atas krisis yang melanda Indonesia.

Lawatan Ke Bumi Pandhalungan (bag. 2)

 Sebelumnya di bagian 1

Suatu malam saya menyambangi salah satu hajatan seni di Desa Tanjungrejo. Pertunjukan ludruk tengah berlangsung namun tak seperti ludruk khas Jawa Timur umumnya.  Beberapa yang mencolok yaitu dendang dimainkan memakai dua jenis alat musik gamelan Jawa dan thong-thong ala Madura. Keduanya menelurkan musik yang lebih rancak. Belum lagi penggunaan dua bahasa Jawa dan Madura. Tiba-tiba saya menapak tilas kenangan saat pertama kali melawat ke kabupaten tapal kuda ini beberapa tahun silam. Kala itu saya pikir kota tembakau ini sama seperti daerah lain di Jawa Timur yang didominasi suku Jawa. Maka saya begitu terperangah saat bersua begitu banyak orang Madura di Jember.

Lawatan Ke Bumi Pandhalungan (bag. 1)

Lawatan Ke Bumi Pandhalungan (bag. 1)

Saya tengah berkelebat di daerah Sumuran sambil mencuplik kenangan setahun silam. Kala itu di lokasi yang sama bau wangi memenuhi relung hidung dan memaksa saya melambatkan laju roda dua demi menikmatinya lebih lama. Semerbak tersebut berhulu dari deretan gudang pengeringan daun tembakau yang berjajar di sepanjang jalan. Tak sulit menemukan bangunan besar memanjang yang terbuat dari bambu dan kayu itu di pinggiran Jember. Nampak pula iringan truk dan mobil bak terbuka hilir mudik keluar masuk area gudang pengeringan. Hingar.

Menantang Diri Sendiri : Momen Terbaik 2016

Setelah beberapa waktu, tantangan sesungguhnya dalam berkarya secara mandiri baru terasa di  2016. Nir atasan atau bawahan, menciptakan tantangan bagi pribadi adalah tantangan itu sendiri. Beberapa kali saya merasakan hidup dalam garis datar, tiada tanjakan, turunan, atau bahkan belokan. Ketika garis datar itu terasa artinya lonceng waspada telah berbunyi. Sejumlah agenda perjalanan maupun mencari ilmu yang sudah direncanakan juga belum terwujud. Tahun yang keras, sungguh. Namun demikian sejumlah foto yang menggambarkan momen terbaik di 2016 tetap tersaji.