Coba perhatikan foto-foto di halaman ini. Saya menghasilkan potret-potret tersebut dalam rangka penugasan dari klien maupun project pribadi. Harusnya anda bisa dengan mudah menebak apa profesi subyek dalam foto tersebut. Sekarang coba bandingkan jika foto tersebut diambil di sebuah studio foto dengan latar polos atau foto pemandangan artifisial layaknya foto-foto wisuda. Apakah anda masih bisa dengan mudah mengetahui pekerjaan si subyek foto? Nah, foto-foto ini bisa disebut sebagai environmental portrait.
Dalam dunia fotografi, salah satu genre yang sangat terkenal adalah portrait atau potret yaitu foto yang subyek utamanya manusia ( atau bisa jadi selain manusia ) yang posenya sudah diarahkan (staged). Beberapa orang menganggap selfie alias swafoto juga termasuk di dalamnya. Dalam portrait semua elemen fisik si subyek seperti ekspresi wajah, gestur menjadi nilai terpenting. Sedangkan environmental portrait merupakan sub atau cabang dari portrait. Secara umum didefinisikan sebagai foto potret yang menunjukkan hubungan antara subyek foto dengan latar lingkungan tempat ia beraktifitas setiap hari. Wajar jika environmental portrait biasanya dibuat untuk menonjolkan profesi atau pekerjaan seseorang. Fotografer luar negeri yang terkenal dengan karya environmental portrait nya adalah Shelby Lee Adams.
Baca juga: Merapi, Menjamah Halaman Belakang Rumah
Environmental portrait mungkin tak sepopuler genre lain walaupun sebenarnya foto jenis ini sering muncul terutama di pemberitaan jurnalistik. Lalu apa yang membedakannya dengan foto potret biasa? Bayangkan jika anda sedang berpelesir ke pantai dan berfoto di sana. Pada foto yang dihasilkan, pantai tersebut sesungguhnya tidak memiliki arti penting. Ia hanya menjadi faktor estetis atau mempercantik belaka. Bandingkan jika di tempat yang sama subyeknya diganti dengan seorang nelayan yang memegang alat pancing dan ikan yang dibawanya. Latar pantai kini naik ‘derajat’. Ia punya peran vital bahkan bisa jadi sama pentingnya dengan si subyek itu sendiri. Mengapa? Karena pantai membangun koneksi visual sekaligus memperkuat karakter si subyek dalam hal ini profesinya sebagai nelayan.
Karena fungsi krusial tersebut, biasanya background foto environmental portrait memiliki ‘kelebihan’ secara teknis fotografi untuk menonjolkan dirinya dibanding latar foto potret biasa. Bisa dari sudut pandang yang luas, ruang tajam (depth of field) yang lebar atau gabungan keduanya. Bandingkan dengan foto potret beauty shot model yang fokus pada wajah cantik si subyek atau aksesoris tertentu yang dipakai oleh si model karena dibuat untuk promosi jualan barang. Foto-foto tersebut biasanya sebisa mungkin membuat blur latar belakang agar tidak mengganggu konsentrasi penikmat foto.
Selama berkarir sebagai fotografer yang belum bisa dikatakan panjang ini, environmental portrait adalah salah satu favorit saya. Menonjolkan karakter personal sekaligus menyampaikan sebuah narasi tentang si subyek foto adalah tantangan yang ‘menyenangkan’. Beberapa tahun lalu saya pernah membuat personal project berupa foto orang-orang yang mencari nafkah di jalanan di sebuah kota. PR terbesar saya adalah meyakinkan mereka untuk bersedia dipotret dengan kondisi yang ‘apa adanya’ terutama lokasi. Sedangkan manusia memiliki naluri untuk tampil sebaik mungkin jika hendak diambil gambar. Apalagi mereka umumnya berasal dari golongan menengah ke bawah yang pasti bertanya-tanya, apa manfaatnya bagi mereka. Salah satu subyek bahkan sempat menolak karena berpikir fotonya akan dimuat di koran. Ia kawatir nanti anak-anaknya yang jauh lebih sukses akan merasa malu. Project foto saya ini beberapa bulan kemudian memenangkan sebuah lomba yang diadakan oleh pemerintah kota setempat dalam rangka hari ulang tahunnya.
Simak juga : Bandung Street Fighter (Pejuang Jalanan Bandung)
Umumnya environmental portrait dibuat untuk keperluan foto editorial atau jurnalistik, yaitu foto yang nilai utamanya pada informasi yang ingin disampaikan, termasuk di dalamnya photo story. Namun bisakah environmental portrait dipakai untuk tujuan komersil yang lebih mengutamakan faktor keindahan visual? Sejauh pengalaman saya, tentu saja bisa. Hanya saja perlu persiapan khusus untuk memperkuat nilai estetis seperti wardrobe, make up, tata lokasi dan pencahayaan. Ini karena subyek foto alias si klien adalah mereka dari golongan menengah ke atas. Mereka ingin dibuatkan foto seperti itu selain untuk menaikkan gengsi alias pencitraan sekaligus alat branding di hadapan publik, dimana profesi adalah karakter atau value yang ingin di-branding. Dua di antara foto-foto ini termasuk kategori tersebut. Silahkan tebak.
Menarik mas. Tapi saya mau tanya, ketika mengambil foto seperti itu, apakah kita mengambil gambarnya diam-diam atau meminta izin kepada mereka dan memberi tahu kalau mereka harus difoto ya mas?
Sebagai orang yg awam di dunia fotografi, kadang kalau sedang ke stasiun atau jalan-jalan, ingin menjepret dan mengabadikan momen unik, tapi ada rasa takut juga apabila tindakan memotret ini menyalahi aturan.
Tidak mungkin saya bisa dapet foto2 seperti itu tanpa izin sebelumnya. Lihat saja pose dan mata mereka yang melihat langsung ke kamera. Justru yang paling penting adalah cerita yang keluar dari mereka, yang tidak mungkin bisa didapatkan kalau saya ‘berjarak’ dengan subyek.
Beda lagi kalau momen, itu bukan kategori potret.
(y) Tks mas pencerahannya
sama2 mas