Nyongkolan, Time To Have Some Fun (Saatnya Bergembira)

Suddenly the bus ran slowly. What’s going on out there? Through the window I saw a parade with pretty loud music. While people lined up at the side of the road watching the parade. Even some riders were willing to step aside to watch. Phone and camera were everywhere. From their faces I’m sure it’s a joyful moment. While the  passengers could only watch it enthusiastically from inside the bus. Shortly the bus stopped. Then the driver let the passengers to come out to join the show. Thank God he knew what we want. “Fifteen minutes, okey”, he shouted when we jump out the bus.

DSC01886 editWM
The parade

 

DSC01902 editWM
The groom

That day some of people live around Mount Rinjani, Lombok, Senaru village precisely, were having Nyongkolan, a traditional wedding party of Sasak tribe. Nyongkolan comes from the word “songkol” or “sondol” which means pushing or herding. The ritual is one of wedding procession for parading the marriage couple from groom’s house to the bride’s. One thing distinguishes with similar procession in other cultures is the couple do not go side by side, but dedare, the bride, walk in front of terune,the groom. They wore a vivid red costume while the escorts had their black uniform with a traditional headband called sapuq. Some of them were kids. At the very front four men carried seserahan or the gift which shaped like a house. Nyongkolan is the first opportunity for dedare to return to his home after marriage. Since there is a unique tradition in Sasak’s marriage procession that the man will kidnap his woman and take her to the his house to get married. This procession known as merariq or elopement. As the times merariq only implemented as a purely symbolic. The parade itself has become a free entertainment for everyone.

DSC01933 editWM
Seserahan (The gift)
DSC01872 editWM
The bride

 

Nyongkolan also have a way to enliven and attract the public attention. Like other party, music is a necessity. Usually they play gendang beleq, a local traditional drum instrument. But lately some people replace it with a band. They use a pickup car or dray to carry the large size loudspeakers and followed by a group of people playing modern musical instruments like guitar, bass, keyboards and drums. They used to called as kecimol. They play various songs. Usually the cheerfull and upbeat one. Reggae, pop, dangdut, disco, whatever. Not a big deal. Although some of the elder worry because it will removes part of the tradition, but others do not give a damn. When Nyongkolan happens, it means time to rejoice. Then everyone come to enjoy the party. As the music played, men and women, young and old, all shaking their body including me. Even some foreign tourists join to celebrate. Hopefully the traditions and culture can be preserved as a part of national property. Suddenly a friend ran towards the bus while calling me and pointing at his watch. Party is over for me. But not for them. Have fun, fellas.

***

Tiba-tiba bus berjalan pelan. Ada apa di luar sana? Dari balik jendela saya melihat sebuah parade dengan suara musik yang cukup kencang. Sementara orang-orang berbaris di pinggir jalan menyaksikan parade. Beberapa pengendara motor pun rela menepi demi menyaksikan tontonan itu. Tak lupa hp dan kamera dikeluarkan. Dari wajah mereka saya tahu itu sebuah acara yang penuh kegembiraan. Sementara kami para penumpang bus hanya bisa melongok dari dalam bis penuh antusias. Tak lama kemudian bus berhenti. Sang sopir mempersilahkan para penumpang untuk turun dan ikut menyaksikan langsung. Syukurlah ia mengerti keinginan kami. “Lima belas menit ya”, begitu serunya ketika satu per satu kami berhamburan keluar.

DSC01877 editWM
Have some fun
DSC02022 editWM
Gendang Beleq

Hari itu sebagian warga lereng Gunung Rinjani, Lombok, tepatnya Desa Senaru mengadakan Nyongkolan, pesta pernikahan khas suku Sasak. Nyongkolan berasal dari kata “songkol” atau “sondol” yang berarti mendorong atau menggiring. Parade tersebut adalah salah satu prosesi mengarak kedua penganten dari rumah pengantin pria ke rumah pengantin wanita. Satu hal yang membedakan dengan prosesi sejenis di daerah lain yaitu kedua pengantin tidak berjalan bersama, melainkan dedare atau pengantin wanita berjalan di depan terune atau pengantin pria. Keduanya memakai kostum merah mencolok. Sementara para pengiringnya memakai baju hitam dengan ikat kepala yang biasa disebut sapuq. Beberapa diantaranya adalah anak-anak. Di bagian paling depan empat orang mengusung seserahan yang dibentuk seperti rumah. Nyongkolan adalah kesempatan pertama bagi dedare untuk kembali ke rumahnya setelah menikah. Karena ada tradisi unik dalam pernikahan suku Sasak yaitu sang pria akan menculik wanitanya lalu membawanya ke rumah orang tua pihak pria untuk menikah. Tradisi kawin lari ini disebut merariq. Seiring perkembangan zaman merariq hanya dilaksanakan sebagai simbolis semata. Arak-arakan ini telah menjadi hiburan gratis bagi semua orang yang melihat.

Nyongkolan pun punya cara untuk meramaikan suasana sekaligus menarik perhatian orang. Layaknya pesta pada umumnya, alunan musik wajib hukumnya. Umumnya pengiring musiknya adalah gendang beleq, yaitu alat musik gendang khas suku Sasak. Namun belakangan sebagian warga menggantinya dengan band. Sebuah mobil pick up atau gerobak mengangkut pengeras suara dengan ukuran besar dan diikuti sekelompok orang memainkan alat musik yang lebih modern, gitar, bas, kibor dan drum. Mereka biasa disebut kecimol. Aneka musik mereka mainkan. Biasanya yang bertempo cepat dan bernada gembira. Reggae, pop, dangdut, disko, apapun itu tak masalah. Meskipun beberapa kalangan yang lebih tua khawatir karena akan menghilangkan bagian dari tradisi, namun sebagian yang lain tak ambil pusing. Nyongkolan artinya saatnya bergembira. Maka semua orang pun larut dalam pesta. Pria wanita, tua muda semuanya bergoyang mengikuti irama musik termasuk saya. Bahkan beberapa turis asing pun tak malu untuk bergabung. Semoga tradisi dan budaya seperti ini dapat terus dilestarikan karena bagian dari kekayaan bangsa. Tiba-tiba seorang rekan berlari menuju bis sambil memanggil dan menunjuk arlojinya. Pesta harus berakhir bagi saya tapi belum bagi mereka. Selamat bersenang-senang, kawan.

DSC01915 editWM
The escorts
DSC01930 editWM
Shake your body

 

DSC01936 editWM
The kids

Indonesian-based photographer and story teller
6 comments
  1. Selaras dengan judulnya, foto2nya pun turut “bergembira”. Like it! 🙂

    1. Suwun sam. Mg2 iso ngtrip bareng maneh

  2. kerennn pake dua bahasa…iri sangattt akuuhhhh…:)

    1. masih kacrut ini enggerisnyah

  3. Photonya cihuy-cihuyyyy, eh fotoku yang joged2 kmaren dari kamera siapa yak? 🙂

    1. wah iki ono bocah ilang. suwun.
      wah kurang ngerti om. seko om yudas opo om adhi mungkin

What's on your mind